Khazzanah Tours and Travel

Month: June 2024

Sirah Nabawiyah: Masa Kecil Nabi Muhammad SAW

Allah SWT telah mempersiapkan manusia pilihanNya dengan persiapan yang terbaik. Ayah Nabi Muhammad SAW, Abdullah bin Abdul Muthalib, merupakan seorang anak kesayangan yang berwajah rupawan dan berakhlak mulia. Ibunda Rasulullah SAW, Aminah binti Wahab, merupakan seorang gadis terpandang yang selalu menjaga kesuciannya. Lalu mereka dinikahkan dalam pernikahan yang diridhoi oleh Allah SWT.

Menjadi Yatim di Usia Kandungan Dua Bulan

Sayangnya, pernikahan tersebut tidak berlangsung lama. Abdullah yang berprofesi sebagai pedagang meninggal dunia di Yatsrib saat perjalanan pulang dari Syams. Kala itu, usia kehamilan Aminah barulah dua bulan. Aminah begitu sedih sebab anak yang ada dalam rahimnya akan lahir sebagai anak yatim.

Kelahiran yang Penuh Sukacita

Pagi itu merupakan pagi hari Senin tanggal 12 Rabiul Awwal tahun gajah. Saat Rasulullah SAW dilahirkan, cahayanya begitu silau hingga menyinari istana-istana di Syam. Tak hanya itu, beberapa balkon istana Kisra runtuh dan api persembahan orang-orang Majusi pun padam sebagai bukti kerasulan.

Setelah persalinan Aminah selesai, ia mengirim utusan untuk mengabarkan Abdul Muthalib atas kelahiran cucu laki-lakinya. Lalu Abdul Muthalib dengan penuh sukacita menggendong Rasulullah SAW yang masih bayi ke dalam Ka’bah untuk berdoa kepada Allah dan bersyukur kepadaNya.

Dinamakan Muhammad

Abdul Muthalib lalu menamakan cucu laki-lakinya itu dengan nama Muhammad. Orang-orang di sekitarnya sempat terheran-heran, mengapa Abdul Muthalib memilih nama yang tidak populer itu. Arti dari nama Muhammad itu adalah yang terpuji.

Ibu Susu Rasulullah SAW

Rasulullah SAW pernah disusui oleh hamba sahaya Abu Lahab yang bernama Tsuwaibah. Karena inilah beliau menjadi saudara sepersusuan dengan pamannya, Hamzah bin Abdul Muthalib.

Menurut tradisi bangsa Arab dahulu, mereka mencari wanita-wanita dari desa yang bisa menyusui anaknya. Hal itu bertujuan agar bayu tersebut terhindar dari penyakit yang berasal dari daerah perkotaan, agar otot-ototnya kekar dan kuat, agar berbahasa Arab dengan fasih.

Maka dipilihlah seorang wanita dari Bani Sa’d bernama Halimah binti Abu Dzu’aib oleh kakeknya, Abdul Muthalib. Awalnya, Halimah menolak bayi Aminah karena bayi itu merupakan seorang anak yatim. Tapi karena setelah sekian lama ia tidak mendapat anak susuan, akhirnya Halimah menerima Muhammad kecil.

Bayi yang Diliputi Keberkahan

Ketika perjalanan kembali dari Mekah ke kediamannya, tiba-tiba air susu Halimah mengalir deras. Bahkan, anaknya yang juga masih bayi sejak kemarin menangis tanpa henti karena lapar bisa merasakan kenyang hingga tertidur. Saat suaminya, Al-Harits bin Abdul Uzza, menghampiri unta mereka yang sudah tua, ternyata air susunya menjadi penuh. Lalu ia memerahnya dan meminum susunya bersama Halimah hingga mereka merasa kenyang.

“Demi Allah, engkau telah membawa seorang bayi yang penuh berkah, wahai Halimah,” ucap Al-Harits kepada istrinya.

Halimah pun membalas, “Demi Allah, aku pun berharap demikian.”

Kemudian rombongan mereka kembali bersiap-siap melanjutkan perjalanan. Barang bawaan dinaikkan ke atas punggung keledai yang menjadi tunggangan Halimah. Anehnya, keledai itu juga menjadi perkasa hingga orang-orang lainnya tertinggal. Sesampainya Halimah dan Al-Harits di kediamannya, tanah di sekitarnya menjadi subur. Domba gembalaan mereka datang dengan perut kenyang dan air susu yang terisi penuh.

Nabi Muhammad SAW kecil dikembalikan kepada ibundanya, Aminah saat sudah berusia empat tahun setelah peristiwa pembelahan dada beliau.

Kembali ke Pangkuan Sang Ibu

Muhammad kecil terus bertumbuh hingga usia enam tahun. Aminah pun merasa perlu mengunjungi suaminya, Abdullah, yang sudah meninggal dunia di Yatsrib bersama anaknya.

Dalam rombongannya, Ummu Aiman yang merupakan pembantu wanitanya ikut serta. Mereka menempuh perjalanan sejauh lima ratus kilometer. Di sana, Aminah menetap di Yatsrib selama satu bulan lalu kembali ke Mekah.

Dalam perjalanan pulang, Aminah pun jatuh sakit. Tak kuat menahan penyakitnya, Aminah pun wafat dan dimakamkan di Abwa’, sebuah tempat yang terletak di antara Mekah dan Madinah.

Di Bawah Asuhan Sang Kakek

Muhammad kecil kembali ke Mekah dengan keadaan yatim-piatu. Abdul Muthalib yang merasa kasihan dengan keadaan cucunya itu, memutuskan untuk mengasuh Muhammad kecil. Abdul Muthalib memperlakukan Muhammad kecil dengan penuh kasih sayang yang belum pernah ditujukan kepada anak-anaknya sendiri. Dia bahkan lebih mengutamakan cucunya itu dibandingkan anaknya yang lain.

Abdul Muthalib yang sudah renta kemudian meninggal. Saat itu Rasulullah SAW sudah berusia delapan tahun. Sebelum meninggal, Abdul Muthalib menitipkan Muhammad kecil ke salah satu anaknya, Abu Thalib.

Berpindah Asuhan ke Paman

Abu Thalib menjalankan amanahnya dengan penuh kasih sayang. Muhammad kecil sudah dianggap anak baginya. Abu Thalib juga lebih mementingkan keponakannya itu dibandingkan anaknya sendiri. Rasulullah SAW berada di bawah perlindungan Abu Thalib hingga beliau berusia empat puluh tahun lebih.


Hukum Berhaji Dengan Visa Non-Haji

Category : Artikel

Semua muslim di dunia ini tentu ingin diundang Allah SWT ke rumahNya di Mekah. Khususnya saat ibadah haji yang di mana ibadah tersebut termaktub dalam rukun Islam yang lima. Di zaman yang serba modern ini, tentu kita tidak  bisa sembarangan datang ke suatu negara tanpa izin. Izin yang dikeluar oleh negara yang bersangkutan berupa visa.

Visa pun ada banyak jenisnya. Jenis visa yang bisa digunakan untuk berhaji ada: visa haji reguler, visa haji khusus, dan visa mujamalah. Tapi, bagaimanakah hukumnya jika berhaji menggunakan visa non-haji? Simak penjelasannya dengan seksama.

Putusan dari Kementrian Agama Republik Indonesia

Telah diputuskan oleh Pengurus Besar Harian Syuriah Nadhatul Ulama (NU) bahwa berhaji dengan visa non-haji atau non-prosedural itu sah, namun cacat dan pelakunya berdosa.

Dikutip dari Lampiran Keputusan Pengurus Besar Harian Syuriyah NU, “Musyawarah Pengurus Besar Harian Syuriyah memutuskan bahwa haji dengan visa non haji (tidak prosedural) adalah sah akan tetapi cacat dan yang bersangkutan berdosa.” Pada hari Kamis, 30 Mei 2024.

Keputusan ini merupakan salah satu hasil musyawarah Pengurus Besar Harian Syuriyah NU yang diselanggarakan pada hari Selasa, 28 Mei 2024 di Jakarta. Musyawarah ini dipimpin oleh Rais ‘Aam KH Miftachul Akhyar dan Katib Aam KH Ahmad Said Asrori. Peserta musyawarah lainnya bisa hadir dalam secara langsung ataupun via online.

Keputusan yang Telah Melalui Banyak Pertimbangan

Pertama: Mampu

Syarat utama haji adalah mampu dalam segala aspek. Mampu secara harta untuk keberangkatan haji dan bagi keluarga yang ditinggalkan. Mampu secara fisik berupa kesehatan yang mumpuni untuk menjalankan rangkaian ibadah haji dengan maksimal serta memiliki bekal yang cukup dan transportasi yang layak. Mampu untuk merasa aman ketika berziarah ke Tanah Suci Mekah.

Ketiga syarat kemampuan ini telah diatur dengan baik oleh otoritas lembaga pelaksana ibadah haji, baik pemerintah atau negara yang memberangkatkan jemaah haji (termasuk Indonesia) maupun pemerintah yang menjadi pemilik wilayah sebagai lokasi pelaksanaan ibadah haji (Kerajaan Arab Saudi). Pengaturan tersebut, salah satunya adalah pembatasan kuota haji.

Kedua: Berdasarkan Undang-Undang

Menurut Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, terdapat dua jenis visa haji Indonesia yang legal, yaitu visa haji kuota Indonesia (kuota haji reguler dan haji khusus) dan visa haji mujamalah (undangan pemerintah Kerajaan Arab Saudi).

Sebutan visa haji mujamalah lebih dikenal dengan haji furoda. Jamaah yang mendapatkan visa ini wajib berangkat melalui Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).

Ketiga: Banyak Oknum yang Tidak Bertanggung Jawab

Ada banyak sekali oknum yang memanfaatkan situasi antrean panjang beribadah haji dengan melakukan penawaran haji menggunakan visa non-haji. Banyak penawaran berhaji tanpa antre dengan visa ziarah multiple (kunjungan berulang), visa ummal (pekerja), visa turis, visa umrah, dan jenis visa lainnya.

Praktik ini merupakan praktik haji yang tidak sesuai dengan prosedur karena haji tanpa kuota.

Keempat: Banyak Masyarakat yang Tergiur

Haji non-prosedural ini dianggap solusi bagi masyarakat yang tidak sabar menunggu antrean haji yang cukup lama dan panjang. Parahnya lagi, mereka tidak mempertimbangkan resiko dan akibat dari haji tanpa prosedur tersebut.

Hal itu bisa jadi karena mereka tidak memahami regulasi, tidak mengetahui hak-haknya, dan tidak mengutamakan perlindungan WNI di luar negeri.

Kelima: Ilegal

Kedatangan para jamaah haji non-prosedural menjadi topik utama setiap tahunnya. Mereka tidak tercatat secara resmi sebagai jamaah menurut negara asal maupun negara tujuan. Karena itu, mereka dianggap sebagai jamaah ilegal yang sewaktu-waktu dapat dideportasi atau dipulangkan secara paksa.

Keenam: Dzolim

Ketika wukuf di Arafah, mereka tidak mendapatkan kuota lokasi beristirahat (maktab) sehingga seringkali para jamaah haji ilegal ini mengambil hak maktab jamaah haji resmi. Nah, hal tersebut sudah bisa didefinisikan sebuah bentuk kedzoliman kepada orang lain.

Selain itu, jika mereka bermasalah secara hukum, dampaknya bukan hanya bagi mereka sendiri yang dijatuhi hukuman oleh pemerintah Arab Saudi, akan tetapi mereka juga akan merepotkan pemerintah Indonesia, karena mereka adalah Warga Negara Indonesia.

Menurut keputusan musyawarah Pengurus Besar Harian Syuriyah NU, haji visa non haji (tidak prosedural) sah, karena visa haji bukan bagian dari syarat-syarat haji dan rukun-rukun haji dan larangan agama yang berwujud dalam larangan pemerintah Arab Saudi bersifat eksternal (راجع إلى أمر خارج).

Alasan Hajinya Dianggap Cacat dan Pelakunya Berdosa

Melanggar Perjanjian

Dalam syariat, kita wajib mematuhi perintah ulil amri dan memenuhi perjanjian. Orang yang haji dengan visa non-haji (ilegal) bertentangan dengan substansi syariat Islam karena praktik haji non-prosedural ini berpotensi membahayakan dirinya sendiri dan juga jamaah haji lainnya.

Memperparah Kepadatan

Selain mengamil hak tempat yang disediakan untuk jamaah haji resmi ini, praktik haji ilegal, mereka juga memperparah kepadatan jamaah di Armuzna maupun di Mekah, yang borpotensi mempersempit ruang gerak jamaah haji resmi sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi diri sendiri dan juga jamaah lain.

Solusi

Pengurus Besar Harian Syuriyah NU merekomendasikan agar pemerintah melakukan upaya untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat agar tidak melakukan haji yang tidak sesuai dengan prosedur. Sosialisasi regulasi tentang larangan haji non-prosedural perlu dijelaskan secara optimal. Dan sosialisasi tersebut dapat dipandang sebagai bentuk amar ma’ruf yang dianjurkan oleh Islam.


Kisah Para Sahabat: Umar bin Khattab Masuk Islam

Category : Artikel Kisah

Umar bin Khattab RA merupakan salah satu sahabat terdekat Nabi Muhammad SAW. Namun, perlu diketahui bahwa Umar bin Khattab RA tidak termasuk Assabiqunal Awwalun atau orang yang pertama kali masuk islam.

Dahulu kala, Umar bin Khattab sangat membenci Rasulullah SAW dan ajarannya. Menurutnya, Rasulullah SAW telah memecah belah kota Mekah. Bahkan Umar bin Khattab RA pernah menyiksa orang-orang yang mengikuti ajaran Rasulullah SAW.

Doa Nabi Muhammad SAW Untuk Dua Umar

Suatu hari, saat sedang melalui sebuah jalan, Umar bin Khattab RA melihat Abdullah Ibnu Mas’ud RA ditindas. Beliau tidak melakukan apa-apa untuk membantu Abdullah Ibnu Mas’ud RA. Lalu ketika Abdullah Ibnu Mas’ud RA melihat Umar bin Khattab RA melintas, ia berkata, “Rasulullah SAW telah mendoakan untuk masuk Islamnya salah satu yang terbaik dari dua Umar, Umar bin Khattab atau Umar bin Hisyam (Abu Jahal)”

Ingin Membunuh Nabi Muhammad SAW

Rasa kebencian Umar bin Khattab RA kian membuncah. Ia kemudian mengambil pedangnya dan bergegas pergi ke Darul Arqam, tempat Rasulullah SAW mengajarkan agama Islam kepada pengikutnya. Di tengah perjalanan, Nu’aim bin Abdullah menahan Umar bin Khattab RA. Ia berkata, “Mau kemanakah engkau, Wahai Umar?”

Umar menjawab, “Minggir, aku akan membunuh Muhammad yang telah memecah belah kaum kita!”

“Apa kau tahu resikonya? Bagaimana jika Bani Muthalib meminta balasan?” balas Nu’aim itu.

“Serahkan saja kepalaku kepada mereka.” Lalu Umar cepat-cepat kembali berjalan.

Namun, Nu’aim itu tetap menghadangnya. “Urus saja keluargamu dahulu, wahai Umar. Fathimah adikmu dan suaminya telah memeluk agama Muhammad.”

Mendatangi Kediaman Adiknya

Mendengar itu, tujuan Umar bin Khattab RA berubah. Wajahnya yang sudah merah menahan amarah makin kelam. Ia beralih ke tempat tinggal adiknya yang dibilang telah memeluk agama Islam. Setelah tiba di depan rumahnya, ia tidak langsung mengetuk pintunya. Di depan rumah Fathimah binti Khattab, ia mendengar suara lantunan yang sangat merdu.

Buru-buru Umar RA tersadar dan mengetuk pintu rumah adiknya. “Fathimah, cepat buka pintunya. Ini aku, Umar!”

Di dalam rumah, Fathimah binti Khattab dan suaminya, Sa’id bin Zaid yang sedang mengaji cepat-cepat menghentikan kegiatannya dan menyembunyikan gurunya. Setelah siap, Fathimah pun membuka pintu rumahnya.

“Kenapa kau lama sekali membuka pintunya?” ucap Umar kepada adiknya. Kemudian Umar masuk dan duduk. Di sana, ia melihat selembar pelepah yang disembunyikan Fathimah. “Apa itu?” tanya Umar bin Khattab RA.

Fathimah menjawab, “Suhuf.”

“Apa itu suhuf?”

“Lembaran Al-Quran.”

Pintu Hati Umar bin Khattab Terketuk

Lalu Umar membaca apa yang tertulis di dalamnya:

طٰهٰۚ ۝١ مَآ اَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْاٰنَ لِتَشْقٰٓىۙ ۝٢ اِلَّا تَذْكِرَةً لِّمَنْ يَّخْشٰىۙ ۝٣ تَنْزِيْلًا مِّمَّنْ خَلَقَ الْاَرْضَ وَالسَّمٰوٰتِ الْعُلٰىۗ ۝٤ اَلرَّحْمٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوٰى ۝٥ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَمَا تَحْتَ الثَّرٰى ۝٦ وَاِنْ تَجْهَرْ بِالْقَوْلِ فَاِنَّهٗ يَعْلَمُ السِّرَّ وَاَخْفٰى ۝٧ اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۗ لَهُ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰى ۝٨ وَهَلْ اَتٰىكَ حَدِيْثُ مُوْسٰىۘ ۝٩ اِذْ رَاٰ نَارًا فَقَالَ لِاَهْلِهِ امْكُثُوْٓا اِنِّيْٓ اٰنَسْتُ نَارًا لَّعَلِّيْٓ اٰتِيْكُمْ مِّنْهَا بِقَبَسٍ اَوْ اَجِدُ عَلَى النَّارِ هُدًى ۝١٠ فَلَمَّآ اَتٰىهَا نُوْدِيَ يٰمُوْسٰٓىۙ ۝١١ اِنِّيْٓ اَنَا۠ رَبُّكَ فَاخْلَعْ نَعْلَيْكَۚ اِنَّكَ بِالْوَادِ الْمُقَدَّسِ طُوًىۗ ۝١٢ وَاَنَا اخْتَرْتُكَ فَاسْتَمِعْ لِمَا يُوْحٰى ۝١٣ اِنَّنِيْٓ اَنَا اللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنَا۠ فَاعْبُدْنِيْۙ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَ لِذِكْرِيْ ۝١٤

Setelah membaca ayat ini, tangan Umar bergetar. Hatinya terketuk. Ini adalah sesuatu yang benar. Mengapa orang-orang memusuhi ajaran yang sangat indah ini?

Mendapatkan Hidayah

“Wahai Fathimah, di manakah keberadaan Muhammad?”

“Aku tidak akan memberitahu kepadamu jika engkau bermaksud jahat kepadanya.”

“Beritahukan saja kepadaku. Aku tidak akan berbuat jahat kepada Muhammad,” pinta Umar.

Fathimah lalu menjawab, “Darul Arqam.” Lalu Umar bin Khattab bergegas menuju Darul Arqam.

Membawa Kabar Baik Bagi Nabi Muhammad SAW

Rasulullah SAW sedang berada di Darul Arqam bersama pamannya, Hamzah dan beberapa sahabat lainnya saat seseorang mengetuk pintunya. Mereka bertanya-tanya, “Siapakah di luar?”

“Umar bin Khattab.”

Seisi Darul Arqam panik. Ada perlu apa Umar mengunjungi Darul Arqam? Rasulullah SAW cepat-cepat menenangkan sahabatnya, “Bukakan saja pintunya. Semoga kedatangannya berbuah kebaikan.”

“Jika Umar memiliki niat baik, kita terima dia. Tapi jika Umar berniat lainnya, aku berada di garda terdepan untuk melindungi Rasulullah SAW,” ucap Hamzah RA.

Dua Kalimat Syahadat Dari Umar bin Khattab RA

Pintu Darul Arqam pun terbuka. Begitu Umar RA melihat Rasulullah SAW, Umar langsung memeluknya. Lalu dengan terbata-bata, Umar RA mengucapkan dua kalimat syahadat, “Asyhadu alla ilaaha illallah wa asyhadu anna muhammadar rasulullah.”

Setelah itu, Darul Arqam diliputi perasaan gembira. Doa Rasulullah SAW terkabul. Sebelumnya, umat Islam sangat khawatir karena tidak ada yang seberani Umar bin Khattab RA dalam membela Islam. Hidayah yang datang tanpa disangka membuat hati Umar RA terketuk melalui Surat Taha.


Rekomendasi Destinasi Wisata di Turki

Turki, sebuah negara yang berada diperbatasan Eropa dan Asia. Negara yang seringkali menjadi tujuan wisata banyak turis dari mancanegara. Agar tidak ada penyesalan saat mengunjungi Turki, berikut rekomendasi destinasi wisata yang bisa Anda kunjungi saat liburan ke Turki.

Hagia Sophia

Rasanya belum sempurna jika berwisata ke Turki tidak mengunjungi Hagia Sophia. Objek ini telah menjadi ikon pariwisata Turki yang berlokasi di Istanbul.

Awalnya, bangunan ini berfungsi sebagai gereja. Setelah penaklukan Konstantinopel oleh Sultan Mehmed II, bangunan ini dialih fungsikan menjadi masjid. Kini, bagunan yang dibangun pada tahun 532 Masehi ini telah menjadi museum dan dibuka untuk umum. Hagia Sophia menyajikan arsitektur rancangan Yunani yang memanjakan mata dengan nilai sejarahnya yang melimpah

Topkapi Palace

Topkapi Palace, sebuah bangunan yang dibangun pada tahun 1459. Kompleks Topkapi Palace dulunya merupakan termpat tinggal dari Sultan Ottoman Turki sekaligus pusat pemerintahan kerajaan.

Daya tarik dari Topkapi Palace lainnya adalah adanya Basilica Cistern, sebuah tangki air raksasa dengan arsitektur dan rancangan yang luar biasa. Banyak turis yang rela jauh-jauh datang mengunjungi Topkapi Palace hanya untuk melihat keindahan Basilica Cistern.

Pamukkale

Tak hanya berbagai bangunan bersejarah sebelumnya, Turki juga memiliki destinasi wisata alam yang tak kalah menarik. Salah satunya adalah Pamukkale. Tempat wisata di Turki yang sangat eksotis satu ini terbentuk dari fenomena alam sehingga menghasilak lansekap bebatuan putih yang tersusun bertingkat.

Selain panorama uniknya, tujuan wisata Turki ini memiliki kolam air panas yang bisa Toppers gunakan untuk berendam dan menenangkan diri.

Cappadocia

Salah satu daya tarik utama dari pariwisata di Turki adalah pemandangan balon-balon udara yang menghiasi birunya langi di Coppadocia. Dari atas warna-warni balon Udara, Toppers bisa melihat berbagai kawasan kuno bersejarah di Turki yang masih dilestarikan seperti Urgup, Goreme, Ihlara, Valley, dan berbagai tempat yang juga dikenal sebagai objek wisata Turki favorit.

Galata Bridge

Dibangun pada 1836, Galata Bridge merupakan struktur jembatan di Turki dengan perpaduan gaya Arsitektur Eropa dan Asia. Selain keunikan arsitekturnya, alasan mengapa objek wisata Turki ini layak Toppers singgahi adalah keberadaan kafe-kafe dan restoran yang berada pada bagian bawah jembatan.

Ya, keunikan lain dari tempat wisata di Turki, Galata Bridge adalah struktur bertingkatnya dimana bagian atas digunakan sebagai jalur trasportasi dan bagian bawah merupakan kios-kios kafe dan juga restaurant.

Benteng Rumeli Hisari

Masih ingin melihat sisa-sisa kemegahan kerajaan Turki Usmani di masa lampau? Objek wisata Turki selanjutnya ini bisa jadi tujuan wisatamu selanjutnya. Benteng Rumelli merupakan banguan pertahanan yang dibangun atas inisiasi Sultan Mahmed II untuk menjaga keamanan wilayah. Hingga kini, bangunan Benteng Rumelli masih berdiri kokoh dan menjadi salah satu pilihan tujuan wisata di Turki paling favorit.

Dolmabahce Palace

Objek wisata di Turki lainnya adalah Dolambahce Palace, bangunan Istana peninggalan kesultanan Ottoman Turki yang berada di tepi garis pantai Selat Bosphorus. Banguan ini dahulu difungsikan sebagai pusat administratif pemerintahan pada 1869 hingga 1922. Berbeda dengan bangunan bersejarah lain di Turki yang identik dengan arsitektur klasik Ottoman, di tempat wisata Turki satu ini lebih identik dengan Arsitektur Boroque yang terkenal kemewahannya sehingga dekorasi-dekorasi emas dan kristal cukup banyak ditemui jika Toppers mengunjungi objek wisata Turki ini.

Blue Mosque

Blue Mosque yang memiliki nama asli Masjid Sultan Amet adalah destinasi wisata Turki selanjutnya yang bisa jadi pilihan Toppers. Dijuluki Masjid Biru karena memang tempat wisata di Turki yang dibangun sejak 1616 ini didominasi penggunaan keramik biru yang jumlahnya mencapai 20.000 keping baik pada bagian interior maupun eksterior-nya.

Kastil Bodrum

Dikenal juga sebagai Petronium, Kastil Bodrum dibangun pada tahun 1402. Maskipun sudah berusia sangat tua, objek wisata di Turki yang kini berfungsi sebagai museum ini masih terawat sangat baik. Kini, Kastil Bodrum berfungsi sebagai “Museum of Underwater Archaeology” dimana Toppers bisa menemukan koleksi benda-benda bersejarah dan juga karya seni yang berasa dari kapal yang karam di lautan Aegean.

Gunung Nemrut

Alternatif tujuan wisata di Turki selanjutnya adalah Gunung Nemrut. Berada tak jauh dari kota Adiyaman, Toppers bisa menemukan sisa-sisa kompleks makam yang dibangun oleh Raja Antiochus I Theos of Commagene pada era sebelummasehi. Dibawah megahnya Gunung Nemrut, Toppers bisa menemukan sisa-sisa kemgahan patung-patung berukuran besar. Waktu paling tepat untuk mengunjungi objek wisata Turki satu ini adalah di sore hari karena panorama matahari terbenam di Gunung Nemrut sangatlah indah.

Jalan Istiklal

Destinasi wisata di Turki selanjutnya ini cocok untuk dijadikan sebagai tujuan wisata belanja saat liburan ke Turki. Di sepanjang jalan 1.4 KM di Koya Istanbul ini, Anda bisa menemukan berbagai toko yang menjajakan beragam produk mulai dari pakaian, buku, hingga makanan. Selain itu di Jalan Istiklal inijuga terdapat destinasi hiburan seperti bioskop atau tempat makan.

Grand Bazaar

Masih belum puas berwisata belanja di Jalan Istiklal? Cobalah singgah ke Grand Bazaar, salah satu pasar tertua dan terbesar di dunia. Objek wisata Turki ini telah ada sejak tahun 1455 dan kini telah terdapat tak kurang dari 4.400 gerai toko yang menajajakan beragam barang dan tersebar di 61 jalan di Grand Bazaar.

Camlica Hills

Camlica Hills adalah salah satu tempat wisata di Turki yang sangat terkenal di Instabul. Di tempat ini kamu melihat keindahan dari Selat Bosporus dari ketinggian.

Emirgan Tulip Garden

Rekomendasi destinasi wisata Turki selanjutnya adalah Emirgan Tulip Gardens. Tempat wisata yang satu ini sangat cocok didatangi di saat musim semi saat bunga-bunga bermekaran, yaitu pada bulan April. Emirgan Tulip Gardens akan mengadakan Festival Tulip Instanbul. Toppers akan dibuat takjub dengan hamparan warna-warni bunga tulip yang tumbuh di taman seluas 100 hektar.

Tidak hanya itu, kamu juga bisa menikmati faislitas umum lainnya, seperti taman bermain, paviliun, danau, hingga track jogging yang bisa digunakan untuk berolahraga.

Olu Deniz

Oludeniz atau Blue Lagoon yang terletak di Distrik Fethiye, Mugla, Turki Barat Daya ini merupakan penghubung antara Laut Aegean dan Mediterania. Dekat dengan Gunung Babadag, Oludeniz memiliki laut yang sangat biru dengan pantai berkerikil. Blue Lagoon ini adalah cagar alam nasional yang melarang keras pembangunan konstruksi.


Abdul Muthalib, Kakek Nabi Muhammad SAW

Category : Artikel Kisah

Sepeninggal Hasyim (buyut Rasulullah SAW) dialihkan ke saudaranya, Al Muthalib bin Abdi Manaf, seorang laki-laki yang terpandang dan terhormat di tengah-tengah kaumnya. Oleh orang-orang Quraisy, Al-Muthalib dijuluki dengan sebutan Al-Fayyadh (sang dermawan), karena dia adalah seorang yang senang menderma.

Menemui Abdul Muthalib

Abdul Muthalib memiliki nama asli Syaiban. Sejak kecil, ia diasuh oleh ibunya di Madinah. Al-Muthalib yang saat itu mengetahui kabar Syaiban, anak saudaranya, ia bergegas pergi menemuinya. Tatkala Al-Muthalib menemui Syaiban, ia sudah beranjak remaja.

Setelah Al-Muthalib dan Syaiban saling berhadapan, Al-Muthalib menangis haru. Ia lalu memeluknya dan mengajak Syaiban untuk ikut dengannya. Namun, Syaiban hanya menerima ajakan tersebut jika ibunya mengizinkan. Maka Al-Muthalib meminta izin kepada ibunya. Sayangnya, permintaan Al-Muthalib itu ditolak.

Pergi ke Mekah

“Sesungguhnya anakmu, Syaiban, akan pergi ke kampung halaman ayahnya dan Tanah Suci Allah,” bujuk Al-Muthalib. Akhirnya ibu Syaiban pun mengizinkan. Maka Syaiban dibawa ke Mekah dengan menunggangi unta Al-Muthalib.

Sesampainya di Mekah orang-orang berkata, “Inilah dia Abdul Muthalib.”

Al-Muthalib menimpali, “Diamlah kalian. Ini adalah anak dari saudaraku, Hasyim.”

Selama di Mekah, Abdul Muthalib tinggal di rumah Al-Muthalib hingga ia dewasa. Ketika Al-Muthalib meninggal dunia di Yaman, Abdul Muthalib kemudian menggantikan kedudukan pamannya itu.

Kemudian Abdul Muthalib menjadi pemimpin di tengah kaumnya sebagaimana keluarganya terdahulu dan ia mendapatkan kehormatan yang agung, yang tidak pernah didapatkan keluarga sebelumnya. Abdul Muthalib begitu dicintai dan dihormati kaumnya.

Kedudukannya Direbut

Namun Naufal (paman dari Abdul Mutthalib) merebut sebagian wilayah kekuasaannya, yang membuat Abdul Muthalib marah. Lalu Abdul Mutthalib meminta dukungan kepada beberapa pemimpin Quraisy untuk menghadapi pamannya. Namun mereka berkata, “Kami tidak ingin mencampuri urusan antara dirimu dan pamanmu.”

Kemudian Abdul Mutthalib menulis surat yang diperuntukkan kepada paman-paman dari pihak ibunya dari Bani An-Najjar, yang berisi beberapa bait syair meminta pertolongan kepada mereka.

Dukungan dari Sang Paman

Salah seorang pamannya, Abu Sa’d bin Adi membawa delapan puluh pasukan berkuda, lalu singgah di pinggiran Mekah. Abdul Mutthalib menemui pamannya di sana dan berkata, “Mari singgah ke rumahku, wahai Paman!”

“Tidak, demi Allah, kecuali setelah aku bertemu Naufal,” kata pamannya. Lalu Abu Sa’d mencari Naufal, yang saat itu sedang duduk di Hijir bersama beberapa pemuka Quraisy. Abu Sa’d langsung menghunus pedang dan berkata, “Demi penguasa Ka’bah, jika engkau tidak mengembalikan wilayah kekuasaan anak saudariku, maka aku akan menebaskan pedang ini ke batang lehermu.”

Kedudukannya Dikembalikan

“Aku akan mengembalikannya,” kata Naufal. Pengembalian ini dipersaksikan para pemuka Quraisy, baru setelah itu Abu Sa’d mau singgah di rumah Abdul Mutthalib dan menetap di sana selama tiga hari. Setelah itu dia melaksanakan umroh lalu pulang ke Madinah.

Melihat perkembangan ini, Naufal mengadakan perjanjian persahabatan dengan Bani Abdi Syams bin Abdi Manaf untuk menghadapi Bani Hasyim. Bani Khuza’ah yang melihat dukungan Bani An-Najjar terhadap Abdul Mutthalib, maka mereka berkata, “Kami juga melahirkannya sebagaimana kalian telah melahirkannya. Oleh karena itu kamu juga lebih berhak mendukungnya.” Hal ini dikarena ibu Abdi Manaf berasal dari keturunan mereka.

Maka mereka memasuki Darun Nadwah dan mengikat perjanjian persahabatan dengan Bani Hasyim untuk menghadapi Abdi Syams yang sudah bersekutu dengan Naufal. Perjanjian persahabatan inilah yang kemudian menjadi sebab penaklukan Mekah mendatang.

Penggalian Sumur Zamzam

Suatu malam, Abdul Mutthalib bermimpi disuruh menggali sumur Zamzam dan mencari tempatnya. Maka dia pun melaksanakan perintah dalam mimpi itu. Ternyata di dalamnya Abdul Mutthalib mendapatkan berbagai benda berharga yang dulu pernah dikubur orang-orang Jurhum saat masih berkuasa.

Benda-benda itu berupa beberapa buah pedang, baju perang, dan dua pangkal pelana, yang semuanya terbuat dari emas. Kemudian dia menjadikan pedang-pedang itu sebagai pintu Ka’bah dan memasang dua buah pangkal pelana di pintu itu. Abdul Mutthalib tetap menangani urusan air minum dari Zamzam bagi orang-orang yang menunaikan haji.

Mengajak Bersekutu

Tatkala sumur Zamzam itu ditemukan kembali oleh Abdul Muththalib, maka orang-orang Quraisy ingin ikut campur tangan menanganinya. Mereka berkata, “Kami ingin bersekutu.”

Tidak bisa. Ini adalah urusan yang secara khusus ada di tanganku,” kata Abdul Muththalib. Dia tidak mau menyerahkan begitu saja masalah ini kepada mereka kecuali setelah menyerahkan keputusan kepada seorang dukun wanita darı Banı Sa’d. Mereka tidak akan pulang kecuali setelah Allah memberinya sepuluh anak laki-lakı, dan setelah mereka besar dia tidak lagi mempunyai anak, maka dia akan mengorbankan (menyembelih) salah seorang di antara mereka di hadapan Ka’bah.”

Anak Keturun Abdul Mutthalib

Abdul Mutthalib memiliki sepuluh anak laki-laki: Al-Harits, Az-Zubair, Abu Thalib, Abdullah, Hamzah, Abu Lahb, Al-Ghaidaq, Al-Muqawwim, Shaffar, Al-Abbas.

Ada juga yang berpendapat, anaknya ada sebelas, yaitu ditambah Qatsam. Ada pula yang berpendapat, anaknya ada tiga belas. Mereka yang berpendapat seperti ini menambahkan Abdul Ka’bah dan Hajla. Ada yang berpendapat, Abdul Ka’bah adalah Al-Muqawwim, dan Hajlah adalah Al- Ghaidaq. Sementara itu, tak ada seorang di antara anak-anaknya yang bernama Qatsam.

Sedangkan anak perempuannya ada enam: Ummul-Hakim atau Al- Baidha, Barrah, Atikah, Shafiyyah, Arwa, dan Umaimah.


Sirah Nabawiyah: Turunnya Wahyu Pertama

Saat usia Rasulullah SAW menjelang 40 tahun, hal yang paling disukainya adalah mengasingkan diri.  Berbekal roti gandum dan air, beliau bermalam di Gua Hira yang berlokasi di Jabal Nur yang jaraknya kurang lebih dua mil dari Mekah. Di sana, Rasulullah SAW menghabiskan waktunya untuk beribadah dan memikirkan keagungan alam disekitarnya serta kekuatan yang tidak terbatas di baliknya.

Berdiam Diri di Gua Hira

Niat beliau untuk mengasingkan diri ini merupakan salah satu dari ketentuan Allah SWT sebagai langkah persiapan untuk menerima amanah yang sangat mulia. Allah SWT mengatur dan mempersiapkan pengasingan ini selama tiga tahun sebelum akhirnya wahyu pertama turun.

Sewaktu usia Rasulullah SAW genap 40 tahun, tanda-tanda kenabian semakin nampak. Di antara dari tanda-tanda itu ialah mimpi yang datangnya berulangkali. Enam bulan lamanya, Rasulullah SAW memimpikan sesuatu yang mirip seperti fajar subuh yang akan terbit. Akhirnya, pada bulan Ramadhan tahun ketiga beliau mengasingkan diri, Allah menurunkan rahmatNya kepada penduduk bumi.

Turunnya Wahyu Pertama

Malaikat Jibril turun untuk menyampaikan wahyu pertama kepada Rasulullah SAW yang tengah asyik menyendiri. Rasulullah SAW mendengar suara yang datangnya dari langit, “Iqro!” Dalam bahasa Indonesia, iqro’ berarti bacalah. Saat memandang ke langit, nampaklah Malaikat Jibril dengan rupa laki-laki dengan wajah yang berseri.

Lalu Rasulullah SAW menjawab, “Aku tidak bisa membaca.”

Kemudian Malaikat Jibril memegangi dan merangkul Rasulullah SAW hingga beliau merasa sesak. Setelah melepas rangkulannya, Malaikat Jibril berkata lagi, “Bacalah!”

Rasulullah SAW tetap menjawab, “Aku tidak bisa membaca.”

Berulangkali Malaikat Jibril menanyaka

n hal yang sama dan merangkul Rasulullah SAW. Hingga ketiga kalinya saat Malaikat Jibril melepas rangkulannya, dia berkata,

ِاِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ ۝١ خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍۚ ۝٢ اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُۙ ۝٣ الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ ۝٤ عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ ۝٥

Artinya: Bacalah dengan (m

enyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan! [1] Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. [2] Bacalah! Tuhanmulah Yang Mahamulia, [3] yang mengajar (manusia) dengan pena. [4] Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. [5] (QS. Al-‘Alaq: 1-5)

Diangkat Menjadi Rasul Allah

Rasulullah SAW mengulang bacaan ini dengan hati yang bergetar. Beliau tidak berani melangkah maju atau mundur. Setiap beilau memalingkan wajah ke arah yang berlawanan, maka Malaikat Jibril tetap ada di sana. “Wahai Muhammad, engkau adalah Rasul Allah dan aku adalah Jibril,” ucap Malaikat Jibril.

Kemudian Rasulullah SAW turun dari Jabal Nur dan pulang menemui Khadijah RA dengan tergesa-gesa. Sesampainya di rumah, beliau meminta Khadijah RA untuk menyelimuti badannya yang menggigil. Beliau bertanya kepada istrinya, “Apa yang telah terjadi padaku?” Lalu Khadijah RA menceritakan apa yang baru saja terjadi dan Rasulullah SAW berkata, “Aku khawatir dengan keadaan diriku sendiri.”

“Tidak. Demi Allah, Allah sama sekali tidak menghinakanmu karena engkau adalah seorang yang gemar menyambung tali silaturahim, memberi makan orang-orang miskin, memuliakan tamu, dan membantu orang yang menegakkan kebenaran,” kata Khadijah RA menenangkan.

Penjelasan Dari Waraqah bin Naufal

Setelah itu, Khadijah RA membawa Rasulullah SAW kepada saudaranya yang merupakan penganut Nasrani yang taat, Waraqah bin Naufal. “Wahai sepupuku, simaklah apa yang baru saja saudaramu lihat,” kata Khadijah RA kepada Waraqah.

Waraqah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Memang apa yang baru saja kau lihat, saudaraku?” Lalu Rasulullah SAW menceritakan apa yang baru saja beliau alami saat di Gua Hira. “Ini adalah Namus yang diturunkan Allah SWT kepada Musa AS. Andaikata aku masih muda dan masih hidup pada saat kaummu mengusirmu dari kampung halamanmu sendiri,” kata Waraqah bin Naufal.

“Benarkah kaumku akan mengusirku?” tanya Rasulullah SAW.

“Benar. Semua orang yang mengemban amanah besar sepertimu akan dimusuhi. Andaikan pada masamu nanti aku masih hidup, aku akan membantumu dengan sepenuh hati. Demi diriku yang ada di tanganNya, engkau adalah nabi umat ini. Nama yang agung telah datang kepadamu, seperti yang pernah datang kepada Musa AS.”