Sirah Nabawiyah: Turunnya Wahyu Pertama
Category : Artikel Sirah Nabawiyah
Saat usia Rasulullah SAW menjelang 40 tahun, hal yang paling disukainya adalah mengasingkan diri. Berbekal roti gandum dan air, beliau bermalam di Gua Hira yang berlokasi di Jabal Nur yang jaraknya kurang lebih dua mil dari Mekah. Di sana, Rasulullah SAW menghabiskan waktunya untuk beribadah dan memikirkan keagungan alam disekitarnya serta kekuatan yang tidak terbatas di baliknya.
Berdiam Diri di Gua Hira
Niat beliau untuk mengasingkan diri ini merupakan salah satu dari ketentuan Allah SWT sebagai langkah persiapan untuk menerima amanah yang sangat mulia. Allah SWT mengatur dan mempersiapkan pengasingan ini selama tiga tahun sebelum akhirnya wahyu pertama turun.
Sewaktu usia Rasulullah SAW genap 40 tahun, tanda-tanda kenabian semakin nampak. Di antara dari tanda-tanda itu ialah mimpi yang datangnya berulangkali. Enam bulan lamanya, Rasulullah SAW memimpikan sesuatu yang mirip seperti fajar subuh yang akan terbit. Akhirnya, pada bulan Ramadhan tahun ketiga beliau mengasingkan diri, Allah menurunkan rahmatNya kepada penduduk bumi.
Turunnya Wahyu Pertama
Malaikat Jibril turun untuk menyampaikan wahyu pertama kepada Rasulullah SAW yang tengah asyik menyendiri. Rasulullah SAW mendengar suara yang datangnya dari langit, “Iqro!” Dalam bahasa Indonesia, iqro’ berarti bacalah. Saat memandang ke langit, nampaklah Malaikat Jibril dengan rupa laki-laki dengan wajah yang berseri.
Lalu Rasulullah SAW menjawab, “Aku tidak bisa membaca.”
Kemudian Malaikat Jibril memegangi dan merangkul Rasulullah SAW hingga beliau merasa sesak. Setelah melepas rangkulannya, Malaikat Jibril berkata lagi, “Bacalah!”
Rasulullah SAW tetap menjawab, “Aku tidak bisa membaca.”
Berulangkali Malaikat Jibril menanyaka
n hal yang sama dan merangkul Rasulullah SAW. Hingga ketiga kalinya saat Malaikat Jibril melepas rangkulannya, dia berkata,
ِاِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ ١ خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍۚ ٢ اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُۙ ٣ الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ ٤ عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ ٥
Artinya: Bacalah dengan (m
enyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan! [1] Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. [2] Bacalah! Tuhanmulah Yang Mahamulia, [3] yang mengajar (manusia) dengan pena. [4] Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. [5] (QS. Al-‘Alaq: 1-5)
Diangkat Menjadi Rasul Allah
Rasulullah SAW mengulang bacaan ini dengan hati yang bergetar. Beliau tidak berani melangkah maju atau mundur. Setiap beilau memalingkan wajah ke arah yang berlawanan, maka Malaikat Jibril tetap ada di sana. “Wahai Muhammad, engkau adalah Rasul Allah dan aku adalah Jibril,” ucap Malaikat Jibril.
Kemudian Rasulullah SAW turun dari Jabal Nur dan pulang menemui Khadijah RA dengan tergesa-gesa. Sesampainya di rumah, beliau meminta Khadijah RA untuk menyelimuti badannya yang menggigil. Beliau bertanya kepada istrinya, “Apa yang telah terjadi padaku?” Lalu Khadijah RA menceritakan apa yang baru saja terjadi dan Rasulullah SAW berkata, “Aku khawatir dengan keadaan diriku sendiri.”
“Tidak. Demi Allah, Allah sama sekali tidak menghinakanmu karena engkau adalah seorang yang gemar menyambung tali silaturahim, memberi makan orang-orang miskin, memuliakan tamu, dan membantu orang yang menegakkan kebenaran,” kata Khadijah RA menenangkan.
Penjelasan Dari Waraqah bin Naufal
Setelah itu, Khadijah RA membawa Rasulullah SAW kepada saudaranya yang merupakan penganut Nasrani yang taat, Waraqah bin Naufal. “Wahai sepupuku, simaklah apa yang baru saja saudaramu lihat,” kata Khadijah RA kepada Waraqah.
Waraqah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Memang apa yang baru saja kau lihat, saudaraku?” Lalu Rasulullah SAW menceritakan apa yang baru saja beliau alami saat di Gua Hira. “Ini adalah Namus yang diturunkan Allah SWT kepada Musa AS. Andaikata aku masih muda dan masih hidup pada saat kaummu mengusirmu dari kampung halamanmu sendiri,” kata Waraqah bin Naufal.
“Benarkah kaumku akan mengusirku?” tanya Rasulullah SAW.
“Benar. Semua orang yang mengemban amanah besar sepertimu akan dimusuhi. Andaikan pada masamu nanti aku masih hidup, aku akan membantumu dengan sepenuh hati. Demi diriku yang ada di tanganNya, engkau adalah nabi umat ini. Nama yang agung telah datang kepadamu, seperti yang pernah datang kepada Musa AS.”